Mandi Wajib dalam agama Islam adalah cara untuk menghilangkan hadats besar, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari atas kepala hingga ujung kaki.
Hal-hal
yang mewajibkan mandi junub/ mandi wajib
Pertama: Keluarnya
mani karena syahwat, baik dalam tidur maupun tidak
Hendaklah
diketahui, bahwa keluarnya mani yang disertai rasa nikmat mewajibkannya untuk
mandi, baik itu dalam keadaan tidur maupun tidak. Ini merupakan pendapat para
fuqaha secara umum. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist, bahwa
Ummu Sulaim pernah bertanya:
يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ
يَسْتَحي مِنَ الحَقِّ هَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا هِيَ
اِحْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: نَعَمْ إِذَا رَأَتْ المَاءَ
“Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran (maka aku pun
tidak malu untuk bertanya): Apakah wanita wajib mandi bila bermimpi? Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, apabila ia melihat air mani setelah
ia bangun.” (Muttafaqun Alaih)
Para
ulama menyebutkan tiga ciri-ciri air mani:
1.
Keluar dengan memancar.
2.
Memiliki bau yang khas. Jika sudah
kering maka baunya seperti bau telor dan jika basah maka baunya seperti bau
adonan.
3.
Ketika keluar tubuh menjadi lemas.
Adapun
warnanya maka air mani laki-laki itu berwana putih dan kental, sedangkan bagi
wanita berwarna kuning dan encer.
Maka perlu diketahui juga bahwa jika
air mani keluar saat tidur maka wajib mandi, baik ada tanda-tanda di atas
maupun tidak, sebab orang yang tidur terkadang tidak merasakannya. Ini sering
terjadi apabila seseorang bangun dan menemukan bekas air mani, padahal dia
tidak merasa bermimpi. Hal ini berdasarkan hadist yang telah disebutkan di
atas, yaitu ketika Ummu Sulaim pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallamtentang seorang wanita yang bermimpi
seperti mimpinya laki-laki, apakah dia wajib mandi? Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam menjawab,
نَعَمْ إِذَا رَأَتْ المَاءَ
“Ya, apabila ia melihat air mani setelah ia
bangun.” (Muttafaqun Alaih)
Artinya,
ketika itu wajib mandi apabila melihat air mani. Tidak ada syarat selain itu.
Maka ini jelas menunjukan kewajiban mandi bagi orang yang bangun dari tidur dan
menemukan air mani, baik dia merasakan keluarnya maupun tidak, baik dia telah
yakin bermimpi maupun tidak, sebab orang yang tidur bisa saja lupa.
Kedua: Jima’ (bersetubuh) sekalipun
tidak mengeluarkan mani
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : إِذَا جَلَسَ بَيْنَ
شَعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ وَإِنْ لَمْ
يَنْزِلْ
“Apabila
seseorang duduk di antara empat anggota badan (istrinya), lalu
bersungguh-sungguh memperlakukannya (yaitu jima’), maka ia wajib mandi,
sekalipun tidak mengeluarkan (air mani).” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 152
dan Muslim I:271 no: 384).
Makna
jima’ di sini adalah masuknya bagian ujung kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan
wanita. Dan makna “masuk” adalah masuk dan tidak kelihatan lagi. Apabila
seorang laki-laki memasukkan ujung kemaluannya ke dalam kemaluan wanita hingga
tidak terlihat lagi maka laki-laki dan wanita itu wajib mandi, baik keluar air
mani maupun tidak.
Ketiga: Masuk Islamnya
orang kafir
Apabila
orang kafir masuk islam maka dia wajib mandi, baik dia adalah kafir asli atau
kafir murtad.
Kafir
asli adalah dari awal hidupnya tidak beragama Islam, seperti orang Yahudi,
Nasrani, Budha dan semisalnya.
Kafir murtad adalah orang Islam yang
keluar dari agama, -kita
memohon keselamtan kepada Allah-.
Seperti orang yang meninggalkan shalat atau meyakini bahwa Allah memiliki
sekutu (dzat yang setara dengan-Nya), atau menyeru Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam agar beliau menolongnya dalam
kesulitan, atau menyeru orang lain agar dia menolongnya dalam suatu perkara
yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Allah semata.
Adapun
dalil wajibnya mandi karena memeluk agama Islam adalah sebagai berikut:
Pertama:
Hadist Qais bin Ashim,
عَنْ قَيْسِ بْنِ عَاصِمٍ أَنَّهُ
أَسْلَمَ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّ
يَغْتَسِلَ بِمَاءٍوَسِدْرٍ
“Dari Qais bin Ashim Radhiyallahu Anhu
bahwa ia masuk Islam, lalu diperintah oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam
agar mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara.” (Shahih:
Irwa-ul Ghalil no: 128, Nasa’I I: 109, Tirmidzi, II:58 no: 602 dan ‘Aunul
Marbud II: 19 no: 351).
Kedua:
Orang yang masuk Islam berarti mensucikan batinnya dari najis kemusyrikan.
Maka, sangat baik sekali bila lahirnya dia sucikan dengan mandi.
Keempat: Meninggal dunia
Maksudnya,
apabila seseorang meninggal dunia maka kaum muslimin yang lain wajib
memandikannya. Adapun dalilnya adalah:
1) Sabda Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam terkait orang yang diinjak oleh unta
hingga meninggal di Arafah,
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
“Mandikan
dia dengan air dan sidr (bidara).” (Muttafaqun ‘alaih)
2) Hadist Ummu ‘Athiyah ketika
anak wanitanya meninggal dunia. Dalam hadist ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam bersabda,
اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا
أَوْ سَبْعًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ
“Mandikan
dia sebanyak tiga kali (siraman), lima kali, tujuh kali atau lebih jika kalian
menganggap itu perlu.”(Muttafaqun ‘alaih)
Perlu
diketahui di sini, jika ada seorang muslimah yang meninggal maka harus di
mandikan oleh sesama muslimah bukan bapak, paman, atau saudara laki-laki
kandungannya meskipun mereka mahromnya. Akan tetapi, jika dimandikan oleh
suaminya maka boleh.
Kelima: Haidh
Apabila
seorang wanita telah selesai haidh maka diwajibkan baginya untuk mandi.
Berhentinya darah haidh (yang keluar dari rahim) merupakan syarat
wajibnya mandi. Oleh karena itu, apabila dia mandi sebelum suci (darah berhenti
keluar) maka mandinya tidak sah, sebab di antara syarat sah mandi adalah suci.
Adapun dalil wajib mandi karena haid adalah
Firman
Allah telah mengisyaratkan perbuatan ini,
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى
يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Maksud
“mereka telah suci” adalah mereka telah mandi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda,
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ
فَدَعِي الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي وَصَلِّيْ
“Jika
telah tiba masa haidhmu maka tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haidmu
maka mandilah kemudian shalatlah.” (HR. Bukhari)
Selain itu, hadist yang berasal dari
Fathimah binti Abi Hubaisy Radhiyallahu anha, ia menceritakan pada RasulullahShallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa
dia mengalami haid, lalu beliau memerintahkannya untuk berhenti melakukan
ibadah karena ia tidak dalam keadaan suci. Kemudian setelah darah berhenti
keluar, dia diperintahkan untuk mandi dan shalat.
Keenam: Nifas
Nifas adalah darah yang keluar pada
saat persalinan, baik keluar sebelum persalinan, yaitu selama dua atau tiga
hari ataupun setelah persalinan dengan dibarengi rasa sakit. Adapun dalil
kewajiban mandi karena nifas adalah karena ia salah satu jenis haid. Oleh
karena itu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wa Sallam menyebut haid dengan kata nifas.
Beliau bersabda kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anha yang sedang haidh,
لَعَلِّكِ نَفِسْتِ
“Barangkali saja engkau nifas.” (Muttafaqun ‘alaih)
Makna
“nifas” di sini adalah haidh karena ‘Aisyah tidak pernah melahirkan anak sehingga
‘Aisyah tidak mengalami nifas. Akan tetapi hadist ini dapat digunakan sebagai
dalil bahwa nifas sama dengan haid yang berarti hukum-hukum seputar nifas sama
dengan haidh, salah satunya berkaitan dengan wajibnya mandi bagi wanita seusai
nifas sebagaimana hal itu juga diwajibkan bagi wanita seusai masa haidh.
Rukun (yang wajib dikerjakan)
Untuk melakukan mandi wajib/ junub/ janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
1. Niat. Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya.
adapun niatnya adalah sebagai berikut:
untuk mandi wajib karena junub Mimpi basah, keluar mani, senggama:
"Nawaitul-ghusla Li rof'il-hadatsil-akbari fardhol lil-laahi ta'aalaa."
artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta’ala"
untuk niat mandi wajib sesudah haid:
"NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TA’ALA"
artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah Ta’ala"
untuk niat mandi Wajib disebabab karena nifas:
"NAWAITU GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA’ALA"
artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah Ta’ala"
2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.
Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:
- Membaca basmalah.
- Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air
- Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. .
- Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
- Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu
*sedangkan tata cara mandi bagi wanita, dibedakan antara mandi junub dan mandi setelah haid atau nifas. Untuk tata cara mandi junub bagi wanita, sama dengan tata cara mandi bagi laki-laki, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Hanya saja, wanita yang mandi junub dibolehkan untuk menggelung rambutnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ummu Salamah, beliau bertanya:
“Wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku harus membuka gelungan rambutku ketika mandi junub?”
Beliau menjawab: “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu menyela-nyelai kepalamu dengan air tiga kali, kemudian guyurlah kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330).
Dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri,” (HR. Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253).
Berikut ini, ringkasan tata cara mandi junub seorang Muslimah yang disunnahkan adalah sebagai berikut:
1. Niat (Menurut para ulama niat itu tempatnya di hati).
2. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
4. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah (atau lantai) atau dengan menggunakan sabun.
5. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat.
6. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
7. Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (Tidak wajib bagi wanita untuk mengurai ikatan rambutnya).
8. Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Sementara untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan mandi junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Dianjurkan Menggunakan Sabun.
Hal ini berdasarkan hadis Aisyah radhiallahu ‘anha, yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haid. Beliau menjelaskan:
“Kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu wudhu dengan sempurna. Kemudian menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian menyiramkan air pada kepalanya. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya.” (HR. Bukhari no. 314 & Muslim no. 332)
Kedua: Melepas gelungan, sehingga air bisa sampai ke pangkal rambut
Hadis di atas merupakan dalil dalam hal ini: “…lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya..”
Larangan bagi mereka yang sedang berjunub, yaitu mereka yang masih berhadast besar tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut:
- melakukan
- Melakukan thawaf di Baitullah.
- Memegang Kitab Suci Al-Qur'an.
- Membawa atau mengangkat Kitab Suci Al-Qur'an.
- Membaca Kitab Suci Al-Qur'an.
- Berdiam diri di masjid.
- Bersenang-senang dengan apa yang antara pusat dan lutut.
- Berpuasa baik sunnat maupun fardlu.
- Dijatuhi talaq (cerai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar